Pesan Ega Bagian 2 (akhir)
Malam itu, ketika hujan lebat
mengguyur desa di pesisir pulau Jawa dan petirpun menggelegar membangunkan
semua penghuni alam raya, Ega pulang dengan basah kuyup dan muka lebam dengan
seragam SMA yg masih melekat kuat ditubuhnya.
“Dari mana saja
kamu Ga? Mukamu lebam, rambutmu acak-acakan, seragammu sudah tak berwujud
seragam SMA, kau berkelahi lagi?” Tanya nenek seperti polisi yang sedang
mengintrogasi terduga. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Ega. Ia
langsung masuk kekamar.
Hari-hari
Ega ibarat pesawat kertas yang diterbangkan ke angkasa luar. Namun, pesawat itu
terbang tak punya arah, ia terjatuh setelah sejenak merasakan hembusan angin. Hampa
dan sunyi, itu yang Ega rasakan. Kehidupan ia tercukupi, bapak dan ibunya tak
pernah abstain untuk memberikan kebutuhan Ega dan neneknya. Tiap bulan mereka
selalu mengirim uang untuk Ega. Ia tak pernah sumringah dengan semua
itu. Karena yang ia inginkan hanya satu, hidup bersama bapak ibunya,
mendapatkan kasih sayang penuh, mendapatkan perhatian tiap saat. Namun, itu
mimpi.
“Sarapan
nak,! Ayo bangun sudah siang, kamu kan harus berangkat sekolah.” Dalam tidur
setengah bangun, ia merasakan kehangatan suara itu, suara itu tidak asing
baginya.
“Ibu, iya itu
suara ibu.” Ega berusaha membenarkan apa yang ia rasakan. Tanpa berfikir
panjang, ia langsung terperanjat dari peraduannya semalam.
“Ibuuuuuuu!!!”
Ega mencari-cari sosok yang ia rindukan. Diruang tengah, ia tengok tak ada,
diruang depan juga tak ada, diruang makan juga tak ditemukannya sumber suara
itu. Dari arah belakang, tepatnya di
musholla rumah ada sumber suara rintihan wanita. Di hampiri segera dimana
sumber suara itu. Jantung Ega berdegub kencang, itu seperti suara ibu Ega.
“Ada apa dengan
ibu?” Ega bertanya-tanya tanpa tahu apa jawabannya. Betul, itu adalah ibu Ega.
“Ibu, Ega rindu
sekali pada ibu. Kenapa ibu tidak pernah menghubungi Ega? Kenapa ibu hanya
berkirim uang tanpa berkirim kabar? Ega ingin bercerita banyak pada ibu.”
Ibu dan Ega
berpelukan erat dan ibu Ega berpesan pada Ega “Maaf nak, ibu tak bisa
memperhatikanmu layaknya ibu pada umumnya, maafkan ibu juga tak pernah beri
kabar. Akhir tahun ini ibu akan pulang ke Indonesia.” Wajah ibu Ega terlampau
bercahaya, sehingga Ega tak tahu benarkah itu ibunya atau bukan. Pelukan itu
tak ingin Ega lepas. Ega peluk kuat-kuat. Dan tubuh Ega terasa seperti di
goyang-goyangkan.
“Ega, bangun!
Sudah siang, ayo sekolah.” Ega membuka mata pelan-pelan, dan ternyata semua itu
bunga tidur Ega. Ega menitikkan air mata. Tak tahu, itu air mata sedih ataukah
bahagia. Namun, Ega yakin. Mampi itu kabar baik ibunya.
Esok
harinya, Ega mendapati surat dari sang ibu, yang mengatakan bahwa akhir tahun
ini ibu akan pulang ke Indonesia dan memulai hidup normal layaknya keluarga
pada umumnya. Ega sangat bahagia sekali memperoleh kabar ini. Seketika dalam
hati kecilnya, Ega berjanji pada dirinya bahwa ia akan kembali seperti Ega yang
dulu. Ega yang baik, penurut, tak kenal berkelahi bahkan tawuran. Dan mulai itu
juga, Ega benar-benar menepati janjinya. Ega tak pernah pulang telat, Ega
selalu membantu neneknya, Ega tak pernah berkelahi lagi dan Ega tak pernah ikut
tawuran.
Akhir
bulan, bapak Ega tak berkirim uang, karena bapak Ega mudik setelah setengah
tahun pergi merantau. Kala itu semburat mentari baru saja menempakkan
senyumannya dari ufuk timur. Pintu rumah terdengar ada ketukan, dan dibalik
pintu sepertinya ada suara seorang lelaki paruh baya. Bergegas Ega melangkahkan
kakinya dari mushola rumah setelah melaksanakan sholat subuh.
“Kreekkkkk!
Suara pintu rumah dibuka. Dan ternyata dibalik pintu berdiri gagah bapak Ega.
Pelukan Ega menyambar tak kenal ampun. Teramat rindu Ega terhadap orang tuanya.
Bapak Ega pun tak kuasa menahan tangis karena meninggalkan Ega sendirian
dirumah tanpa perhatian darinya.
“Nak, maafkan
bapak, bapak tak pernah mengabarimu selama bapak merantau. Sudah sembuhkah
lukamu? Bapak sudah tahu semuanya dari nenek. Maafkan bapak nak.” Rintih bapak
Ega dengan penuh rasa bersalah.
“Iyya pak, Ega
justru yang meminta maaf, karena Ega sudah banyak berbuat salah. Tapi, Ega
mohon. Ega gak mau sendirian lagi, Ega rindu bapak dan ibu. Ega rindu masa-masu
kecil Ega. Dimana bapak dan ibu selalu ada untuk Ega.” Ungkapan penuh pinta
dari Ega.
3
hari setelah kepulangan bapak Ega ke kampung. Pagi itu Ega berangkat ke sekolah
penuh semangat baru. Ia rapih, tampan, wangi, cerah wajahnya, senyumnya
mengembang kemana-mana. Karena Ega sebenarnya adalah sosok yang bisa dikatakan
perfect. Dan menjadi salah satu idola siswi-siswi di sekolahnya. Seharian
aktifitas sekolah berjalan penuh warna. Ega menikmati hari itu. Bel pulang
sekolah telah berbunyi. Ega tak menunggu lama, langsung mengayuh sepeda
kesayangannya bersama teman-temannya untuk pulang kerumah masing-masing. Namun,
tak disangka-sangka dan semua itu tak pernah Ega harapkan kembali. Dijalan yang
Ega lalui, ada segerombolan anak-anak SMA dan SMK sedang tawuran. Tontonan itu
membuka luka lama Ega. Ega bergegas mengayuh sepedanya, untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, Tuhan berkehendak lain. Sabetan parang
mengenai punggung Ega, dan balok kayupun melayang mencium kepala Ega. Pada saat
itu, yang ada di fikiran Ega hanya sosok ibu yang ia nanti-nantikan
kepulangannya. Ega tersungkur dari sepeda dan bersimbah darah dengan seragam
SMA dan semangat baru yang masih melekat.
Sore
hari, bapak Ega mendapat kabar dari pihak RS dan kepolisian, akan apa yang
dialami putra sematang wayangnya itu. Perasaan bapak Ega, sudah tidak menentu
semenjak Ega berpamitan untuk berangkat sekolah sembari mengucapkan, “Ega
sayang bapak, ibu dan nenek, Ega berjanji akan menjadi anak yang baik, Ega
berangkat dulu ya pak! Doakan Ega selalu.” Sambil memeluk bapak, Ega berpamitan
berangkat sekolah.
“Nak, apa yang
telah terjadi pada dirimu?” bapak Ega menebak-nebak tanpa arah. “Maaf, anak
bapak menjadi korban tawuran antar pelajar, sekarang jenazahnya ada di RS.”
Ucap dari pihak polisi.
Tangisan bapak
Ega tersedu-sedu , “Tuhan, kenapa Engkau ambil anakku terlalu cepat, aku belum
bisa membahagiakan Ia layaknya anak pada umumnya yang mendapatkan kasih sayang
utuh dari orang tua, ia masih terlalu muda, ia masih merindukan kepulangan
ibunya ke Tanah air.” Dan segeralah bapak Ega menuju RS.
Sore
itu juga, ibu Ega dikabari akan hal ini. Dan segeralah ibu Ega bersiap untuk
pulang ke Indonesia. Namun, prosesnya tak terlalu mudah. Baru 2 hari kemudian
ibu Ega bisa pualng ke Indonesia. Dan hari ke 4 setelah kematian Ega, ibu Ega
baru sampai di Indonesia. Dengan rasa yang teramat bersalah dan ras kehilangan
begitu besar, kesedihan ibu Ega tak bisa digambarkan dengan apapun. Ia sudah
terlalu lama tidak bertemu Ega dan ia pun sudah terlalu lama tak bertukar kabar
dengan Ega. Dan untuk terakhir kalinya pula, ibu Ega tak bisa melihat wajah
ganteng putra semata wayangnya. Hanya tgundukan tanah yang masih basah tertutup
warna-warni bunga yang sanggup ibu Ega saksikan. Sekarang, hanya penyesalan
yang teramat dalam yang orang tua Ega rasakan. Anaknya pergi dengan cara yang
tragis. Dimana keluarga ini baru akan merasakan kembali nikmatnya keluarga yang
utuh. Ega yang baik telah kembali, dan pergi untuk selamanya. Meninggalkan
kenangan bersama warna-warni kehidupannya.
By NoePuja
Pesan Ega Bagian 2 (akhir)
Reviewed by Unknown
on
01:00
Rating:
No comments: