Pak Budi Sang Pahlawan Calistung
London,
01 September 2012
Salam rindu
teruntuk Sang Pahlawan Calistung
Banyak rasa yang
ingin saya ungkap, banyak kata yang ingin saya susun, banyak warna yang telah
tercipta. Bapak, masih ingatkah dengan saya? saya adalah leader
kegaduhan di kelas, selalu buat siswi-siswi bapak menangis, dan siswa yang sangat
sulit sekali mengikuti pembelajaran calistung (baca, tulis, hitung).
Namun, berkat kesabaran dan didikan bapak, justru membuat saya menjadi bintang
dikelas dan bisa menjadi seperti sekarang ini. Refan kecil yang sudah menjadi
seorang ayah dari bidadari kecil yang bernama Meida Fania, dan suami dari
perempuan cantik yang bernama Niandralia. Kini, saya telah menuai hasil dari
didikan bapak semasa SD, Tuhan telah memberi saya nikmat tiada tara, saya
sanggup menyelesaikan studi s2 di London, berkat beasiswa. Dan kini, saya telah
menetap disini bersama keluarga kecil saya.
Bagaimana kabar
bapak dan keluarga serta saudara-saudara disana? Semoga selalu dalam lindungan-Nya.
Sungguh rindu yang teramat sangat, untuk mengulang kembali semua kenangan masa
itu.
Dulu, sewaktu
belajar membaca, yang menjadi mindset saya hingga kini adalah, sewaktu
bapak mengajari saya dan teman-teman tentang kurikulum ‘INI BUDI’, dari situ
pulalah hingga sekarang, saya tak pernah memanggil nama asli bapak ‘Arif
Chasan’. Justru, saya memanggil bapak dengan nama ‘pak Budi’. Lucu memang, tapi
itulah saya, Refan kecil. Mengenang masa itu adalah kebahagiaan tersendiri bagi
saya.
Kala itu, bapak mengajari saya:
“ini Budi,”
“ ini ibu Budi,”
“ini ayah Budi,”
“Budi
sedang mandi,”
“Budi sedang makan,” dan lain sebagainya.
Terkadang saya berfikir, kenapa nama yang harus dipakai itu nama “BUDI”? mungkin karena nama Budi itu
sangat mudah dibaca dan di ingat. Namanya pun Indonesia sekali. Kalau menilik dari makna kata “BUDI”, memang
berarti sesuatu yang baik. Jadi, begitu luhurnya makna kata “BUDI” dalam bahasa
nasional. Sehingga wajarlah jika kurikulum awal pada zaman saya dulu
menggunakan kata “BUDI” untuk sebuah nama atau sebuah simbolisasi yang mudah di
tangkap dan di eja serta dipelajari karena maknanyapun begitu bagus terutama
bagi anak-anak yang sudah mulai belajar membaca.
Tak hanya dalam
pembelajaran baca, tulis. Jikalau belajar menulis, pasti bapak menggunakan
media dan alat-alat pembelajaran yang sangat menyenangkan bagi anak-anak seusia
saya dulu. Kertas warna, kapur berwarna dan banyak lainnya. Ketika belajar berhitungpun,
tak selamanya kita belajar di dalam kelas. Ketika kami bermain, engkau
mendampingi kami dengan mensisipkan pembelajaran. Seperti ketika saya dan
teman-teman bermain kelereng, disitu bapak menanyakan “berapa banyak kelerang
yang sudah kau dapat? Coba dihitung, berapa jumlah kelereng sekarang setelah
kelerengnya tadi sudah menjadi milikmu nak?”
Itulah kenangan yang
sangat berharga ketika masa kecil saya didesa yang penuh keramahan dan
ketentraman.
Bapak, doakan kami.
Semoga tepat waktu bisa silaturrahmi kesana. Salam untuk saudara-saudara
disana. Sampai disini dulu ya pak, nanti kita ngobrol-ngobrol lebih banyak
lagi.
Salam
hangat,
Refan
Permana Aditya dan keluarga
By NoePuja
Pak Budi Sang Pahlawan Calistung
Reviewed by Unknown
on
07:33
Rating:
No comments: