Resensi Totto-chan; Gadis Cilik di Jendela
Penulis
: Tetsuko Kuroyanagi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
: Kesebelas
Jumlah halaman : 272 halaman
Jumlah halaman : 272 halaman
Tahun terbit
: Maret 2012
Totto-chan; Gadis Cilik di Jendela
Gadis kecil yang baru duduk dibangku
kelas satu SD sudah dikeluarkan dari sekolah. Nama gadis itu adalah Totto-chan.
Guru-guru di sekolah sebelumnya, menganggap Totto-chan nakal. Padahal gadis cilik periang itu hanya memiliki keingin tahuan yang besar.
Totto-chan pun dikeluarkan dari sekolah dengan alasan selalu membuat
keributan di kelas . Seperti seringnya Totto-chan berdiri didekat jendela dan
berinteraksi dengan para pemusik jalanan yang langsung membuat para murid ribut
, hingga masalah laci meja Totto-chan yang selalu dibuka ratusan kali dan
ditutup dengan cara dibanting.
Mama tak bisa berbuat apa-apa selain menyekolahkan anaknya ke
sekolah lain tanpa memberitahu apa yang terjadi padanya . Orang pertama yang Totto-chan
dan Mama temui adalah kepala sekolah, Mr. Sosaku Kobayashi namanya. Kepala sekolah
itu sangat baik dan unik. Ia dan sekolahnya cukup berbeda dari sekolah
konvensional yang ada. Sosaku Kobayashi adalah figur seorang kepala sekolah
yang baik dan sangat dicintai murid-muridnya. Ia sangat dekat dengan semua
siswa.
Kepala sekolah
mempunyai cara tersendiri dalam mendidik siswa-siswanya. Senakal-nakalnya
totto-Chan, Kepala sekolah tak pernah marah kepadanya justru kepala sekolah
malah sering berujar “Kau anak yang benar-benar baik, kau tahu itu, kan?”.
Kalimat sederhana macam itu ternyata mampu membuat Totto-Chan percaya bahwa
memang pada dasarnya dirinya itu baik, alhasil Totto-Chan pun berusaha selalu
menjadi orang baik dengan ciri khasnya. Dan, akhirnya ia dapat membuktikannya.
Salah satunya dengan terbitnya buku ini. Mama diijinkan Kepala Sekolah untuk pulang terlebih dahulu. Sesaat,
Totto-chan merasa tidak enak, tapi entah mengapa, dia merasa akan cocok dengan
pria itu.
Ketika itu, sepulangnya mama kerumah sekitar jam delapan pagi,
Totto-chan mulai dipancing kepala sekolah untuk menceritakan apapun yang
dialaminya. Tak terasa Totto-chan bercerita hingga makan siang tiba, sekitar 4
jam. Setelah itu, Totto-chan benar-benar kehabisan cerita. Dia berpikir keras,
tapi tak bisa menemukan bahan cerita lain. Hal ini membuatnya merasa sedih.
Untungnya, tepat ketika itu Kepala sekolah berdiri, lalu meletakkan tangannya
yang besar dan hangat di kepala Totto-chan sambil berkata, “Nah, sekarang kau
murid sekolah ini.”
Itulah kata-kata yang diucapkannya. Pada saat itu, Totto-chan
merasa dia telah bertemu dengan orang yang benar-benar disukainya. Belum pernah
ada orang yang mau mendengarkan dia sampai berjam-jam seperti Kepala Sekolah.
Lebih dari itu, Kepala Sekolah sama sekali tidak menguap atau tampak bosan. Dia
selalu tampak tertarik pada apa yang diceritakan Totto-chan, sama seperti
Totto-chan sendiri.
Totto-chan senang sekali , di sekolah Tomoe Gakuen, para murid
belajar didalam gerbong kereta sebagai pengganti ruang kelas . Ia bisa belajar
sambil melihat ke halaman seolah-olah sedang melakukan perjalanan naik kereta.
Keunikan
Sekolah Tomoe ialah metode pembelajarannya. Sekolah tersebut hanya memiliki
kurang lebih lima puluh siswa. Di kelas Totto Chan pun hanya ada tujuh orang.
Namun ternyata itu cukup efektif. Uniknya dalam proses pembelajaran ialah bahwa
siswa bebas menentukan sendiri materi yang ingin ia pelajari, setiap orang
menekuni materi pelajaran masing-masing sesuai keinginan.
Keunikan lain
sekolah Tomoe ialah setiap jam makan siang. Makan siang di sana selalu menjadi
saat-saat yang dinanti oleh anak-anak. Sebelum makan mereka selalu membukanya
dengan sebuah lagu yang diciptakan oleh kepala sekolah. Anak-anak sangat
senang. Belum lagi saat kepala sekolah berkeliling ke setiap siswa untuk
memeriksa setiap bekal makanan anak-anak yang harus memenuhi “sesuatu dari
gunung dan sesuatu dari laut”, apabila ada yang tidak lengkap, maka kepala
sekolah akan melengkapinya. Sungguh mengasyikan!
Ada hal unik
yang Totto-chan lakukan di sekolah, saat itu dompet kesayangan ia jatuh ke
lubang kakus. Karena Totto-chan punya kebiasaan aneh. Sejak kecil, setiap kali
ke kakus, ia selalu mengintip ke dalam lubang setelah selesai buang air besar.
Totto-chan
menjerit ketika dompetnya lenyap ditelan kegelapan dibawahnya. Tpi, ia bertekad
takkan menangis atau merelakan dompetnya hilang. Ia pergi ke gudang peralatan
tukang kebun lalu mengeluarkan gayung kayu bertangkai panjang yang biasa
digunakan untuk menyiram tanaman. Ia mencari-cari lubang untuk mengosongkan bak
penampung kotoran. Ia menduga letaknya pasti di sisi luar dinding kakus. Dengan
susah payah, ia membuka penutup itu dan akhirnya menemukan lubang yang
dicarinya. Totto-chan menjulurkan kepala ke dalamnya.
“Wah, ini sama
besarnya dengan kolam di Kuhonbutsu!” serunya.
Kemudian ia
mulai bekerja keras. Ia mulai mencedok-cedok kotoran dari dalam bak penampungan
dan memindahkan ke tanah disampingnya, hingga membuat gundukan tinggi. Beberapa
kali Kepala Sekolah lewat dan menanyakan apa yang sedang Totto-chan lakukan.
Dan Kepala Sekolah berkata dengan ramah, “Kau akan mengembalikan semuanya kalau
sudah selesai kan?” Kemudian pria itu
pergi lagi, seperti sebelumnya.
“Ya” jawab
Totto-chan riang, sambil terus bekerja. Sekarang gundukan itu semakin tinggi
dan dompetnya tidak ditemukan. Tapi, Totto-chan tidak peduli. Ia puas karena
telah mengerahkan seluruh kemampuannya
untuk mencari dompet itu. kepuasan Totto-chan jelas adalah hasil rasa percaya
diri yang ditanamkan Kepala Sekolah dengan mempercayainya dan memarahinya.
Tapi, tentu saja hal itu terlau rumit untuk bisa dimengerti Totto-chan saat
itu.
Kebanyakan
orang dewasa, ketika menyaksikan apa yang dilakukan Totto-chan, akan bereaksi
dengan berteriak, “Apa-apaan ini?” atau “Hentikan, itu berbahaya!” atau malah
membantunya. Namun, Kepala Sekolah hanya berkata, “Kau akan memasukkan semua kembali
kalau kau sudah selesai kan?”
Sungguh Kepala
Sekolah yang hebat. Semenjak kejadian itu, Totto-chan tak lagi mengintip lubang
kakus. Dan Totto-chan memenuhi janjinya. Ia memasukkan kembali semuanya ke
dalam bak penampungan.
Ada cerita
dibalik nama Totto-chan. Nama Totto-chan sebenarnya adalah Tetsuko. Sebelum ia
lahir, semua kawan Mama-Papa dan kerabat mereka yakin bahwa bayi yang akan
lahir itu laki-laki. Ketika ternyata bayi itu yang lahir adalah perempuan,
mereka agak kecewa. Tapi, mereka menyukai huruf Cina untuk toru (yang berarti menembus, mengalun hinggia jauh, jernih, dan menggema
seperti suara) maka mereka menggunakan huruf itu untuk nama anak perempuan
dengan memakai ucapan versi Cina tetsu dan menambahkan akhiran ko yang biasa digunakan untuk
nama anak perempuan.
Jadi, semua orang memanggilnya Tetsuko-chan (chan adalah
panggilan akrab dari kata san yang ditambahkan setelah nama orang).
Tapi, bagi si gadis kecil, nama itu tidak terdengar seperti Tetsuko-chan. Jadi,
setiap kali seseorang bertanya siapa namanya, ia akan menjawab, “Totto-chan.”
Ia bahkan mengira chan adalah bagian dari namanya. Papa terkadang memanggilnya Totsky,
seolah ia anak laki-laki.
Selama liburan musim panas, banyak acara yang diikuti anak-anak Tomoe,
berkemah di Aula gerbong, piknik ke pemandian air panas, dan Totto-chan juga
sempat diajak Papa untuk melihat latihan orkestra Papa. Papa sebagai concertmaster
sebuah orchestra, dia memainkan biola tunggal.Totto-chan senang sekali dengan
liburan musim panasnya. Dan Totto-chan lebih senang untuk segera kembali ke
Tomoe.
Setelah liburan musim panas berakhir, semester kedua dimulai. Di
Jepang, tahun ajaran sekolah mulai pada bulan April. Totto-chan dan teman-teman
sangat merindukan suasan Tomoe, dan di awal ajaran semester kedua ini,
anak-anak Tomoe semakin menyukai Toemoe. Disekolah ini benar-benar berbeda
dengan sekolah lainnya, sebagian besar jam pelajaran di Tomoe diisi dengan
pelajaran music. Ada bermacam-macam pelajaran music, termasuk pelajaran euritmik
setiap hari. Euritmik adalah semacam pendidikan tentang ritme atau irama khusus
yang diciptakan seorang guru music dan pencipta lagu berkebangsaan Swiss, Emile
jaques-Dalcroze.
Sebelum mendirikan Tomoe Gakuen, Sosaku Kobayashi, sang Kepala
Sekolah, pergi ke Eropa untuk melihat bagaimana anak-anak dididik di luar
negeri. Dia mengunjugi banyak sekolah dasar dan bicara dengan beberapa
pendidik. Dalcroze telah menghabiskan banyak waktu merenungkan bagaimana
caranya melatih anak-anak untuk mendengarkan dan merasakan music di pikiran
mereka, bukan hanya bergerak, bukan hanya sesuatu yang tak bernyawa dan
membosankan; bagaimana caranya membangkitkan kepekaan anak-anak. Akhirnya Dalcroze
mendapat gagasan untuk menciptakan irama khusus untuk berolahraga. Irama itu
disebut euritmik.
Kobayashi mengikuti kuliah Dalcroze selama setahun, dan ia adalah
orang pertama yang mempraktekkannya untuk pendidikan sekolah dasar di jepang.
Jika ditanya apa arti euritmik, Sosaku Kobayashi akan menjawab, “Euritmik
adalah olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh; olahraga yang mengajari otak
cara menggunakan dan mengendalikan
tubuh; olahraga yang memungkinkan raga dan pikiran memahami irama.
Mempraktekkan euritmik membuat kepribadian anak-anak bersifat ritmik.
Kepribadian yang ritmik itu kuat, indah, selaras dengan alam, dan mematuhi
hukum-hukumnya.”
Tomoe adalah symbol kuno berbentuk koma. Untuk sekolah yang
didirikannya, Kepala Sekolah memilih lambang tradisional yang terdiri atas dua tomoe-
hitam dan putih- yang bergabung membentuk lingkaran sempurna. Lambang itu
menggambarkan cita-cita Kepala Sekolah bagi para muridnya, yaitu tubuh dan
pikiran sama-sama berkembang secara seimbang dan dalam keselarasan yang
sempurna.
Kepala Sekolah memasukkan euritmik kedalam kurikulum sekolahnya
karena yakin system itu akan berhasil dan membantu anak-anak mengembangkan
kepribadian mereka secara alamiah, tanpa
terlalu dipengaruhi orang dewasa.
Penyair Basho-lah yang menulis:
Dengar!
Si Katak
Lompat
ke kolam kuno
Dan Totto-chan, yang asyik melompat-lompat dan berlari-lari dengan
kaki telanjang seperti Isadora Duncan, merasa luar biasa bahagia dan hampir tak
percaya bahwa semua ini bagian dari bersekolah.
Murid-murid Tomoe tak pernah mencoret-coret jalanan atau dinding
rumah orang, karena mereka punya banyak kesempatan melakukannya di sekolah.
Dengan menulis dan menggambar dilantai menggunakan kapur tulis, yang digagas
oleh kepala sekolah, murid-murid sangat menikmati dan justru bisa belajar
dengan mudah, karena bisa memahami not-not dengan cepat. Dan setelah itu lantai
dibersihkan bersama-sama. Disekolah ini, murid-murid dibiarkan belajar sesuai
keinginannya. Semua ini menghantarkan murid-murid Tomoe menjadi orang-orang
yang berhasil. Tak terkecuali Tetsuko alias Totto-chan.
Hari demi hari dilewati Totto-chan dengan kegembiraan dan penistiwa
yang tak terduga. Sampai-sampai, ia juga anak lainnya tak menyadari bahwa Perang Pasifik sudah pecah. Sampai kemudian, perang dan segala kengeriannya telah mulai terasa di kehidupan Totto - chan dan keluarganya - Setiaphari , pana pria dan pemuda di sekitar tempat dikirim pergi untuk berperang.
yang tak terduga. Sampai-sampai, ia juga anak lainnya tak menyadari bahwa Perang Pasifik sudah pecah. Sampai kemudian, perang dan segala kengeriannya telah mulai terasa di kehidupan Totto - chan dan keluarganya - Setiaphari , pana pria dan pemuda di sekitar tempat dikirim pergi untuk berperang.
Hingga beberapa hari kemudian
, Tomoe terbakar! Semuanya terjadi pada malam hari. Banyak bom yang dijatuhkan
pesawat B29 menimpa gerbong-gerbong kelas.
Sekolah Tomoe sudah tak ada. Api berkobar menghancurkan semuanya. Totto-chan
tak pernah tahu bagaimana perasaan kepala sekolah saat melihatnya , tapi yang
ia tahu hatinya merasa sesak saat tahu keinginannya untuk menjadi guru di Tomoe
telah hancur.
Kini, Tomoe memang telah menjadi kenangan. Tapi, kenangan itu tak
akan tergerus oleh zaman sekalipun. Karena Tomoe adalah salah satu saksi hidup
yang menghantarkan Totto-chan dan teman-temannya menjadi orang-orang yang
mendapat tempat di masyarakat luas. Totto-chan sendiri kini menjadi seorang
penulis ternama, karyanya mendapatkan bnyak penghargaan, salah satunya berkat
buku ini, ia mendapat hadiah non-fiksi dan tiga penghargaan lain. Ia sering
mendapatkan undangan di berbagai kesempatan. Totto-chan juga telah berhasil
mewujudkan impiannya sejak lama, yaitu mendirikan teater professional yang
pertama di Jepang khusus untuk orang-orang tunarungu.
Orang yang paling berjasa untuk Totto-chan, selain Mr. Kobayashi
adalah orang tua Totto-chan, khususnya Mama Totto-chan. Mama Totto-chan tak
pernah menyampaikan kejadian dikeluarkannya Totto-chan dari sekolah sampai
setelah ulang tahun Totto-chan yang kedua puluh. Mama sangat memahami keadaan
putrinya, dan berkat Mama pula Totto-chan bisa mengenal suasana di Tomoe
Gakuen, dan yang menghantarkan ia dan teman-temannya menjadi anak yang tumbuh
dengan kepercayaan diri.
Inilah kabar teman-teman Totto-chan, yang dulu melakukan “perjalanan”
bersamanya di kelas yang sama di “gerbong kereta”:
Akira Takashi, yang
memenangkan semua hadiah di Hari Olahraga, tidak pernah tumbuh tinggi. Tapi
dengan nilai-nilai amat bagus, dia berhasil diterima di SMU yang di Jepang
terkenal karena tim rugby-nya. Dia melanjutkan ke Universitas Meiji dan
meraih gelar insinyur listri. Sekarang ia menjadi manajer personalia
diperusahaan elektromik besar dekat Danau Hamana di Jepang tengah.
Miyo-chan (Miyo Kaneko), putri ketiga Mr. Kobayashi,
lulus dari Departemen Pendidikan Kolese Musik Kunitachi dan sekarang mengajar
music di sekolah dasar yang merupaka bagian dari kolese itu. seperti ayahnya,
ia sangat suka mengajar anak-anak kecil.
Sakko Matsuyama
(sekarang Mrs. Saito), anak perempuan bermata lebar yang mengenakan rok
rangkapan bergambar kelinci pada hari aku mulai bersekolah di Tomoe, masuk
kesekolah yang dimasa itu sangat sulit dimasuki anak perempuan-sekolah yang
sekarang dikenal sebagai SMU Mita. Ia lalu melanjutkan ke jurusan Bahasa
Inggris, Universitas Kristen Wanita, Tokyo, dan menjadi instruktur bahasa
Inggris di YWCA hingga sekarang.
Taiji Yamanouchi, Tai-chan
yang dulu bilang takkan mau menikah dengan Totto-chan, menjadi salah satu ahli
fisika Jepang ternama. Dia tinggal di Amerika, sebuah contoh brain drain.
Dia lulus sebagai sarjana fisika jurusan Sains, Universitas Pendidikan Tokyo.
Setelah meraih gelar master, dia pergi ke Amerika dengan beasiswa dari
Fulbright dan meraih gelar doktornya lima tahun kemudian di University of
Rochester.
Kunio Oe, anak
yang menarik kepang Totto-chan, sekarang menjadi ahli anggrek spesies Timur
Jauh yang paling disegani di Jepang, yang benih hasil silangannya bisa berharga
puluhan ribu dolar.
Kazuo Amadera, yang
mencintai binatang, jika sudah dewasa ingin menjadi dokter hewan dan punya
tanah pertanian. Sayangnya, ayahnya meninggal. Dia terpaksa mengubah rencana
hidupnya secara drastic. Dia keluar dari fakultas kedokteran Hewan dan
Peternakan, universitas Nihon, untuk bekerja di RS Keio. Sekarang ia bekerja di
RS Pusat Pasukan Beladiri dan memegang jabatan yang ada hubungannya dengan
pemeriksaan klinis.
Aiko Saisho
(sekarang Mrs. Tanaka), setelah lulus SMU Kamakura khusus murid
perempuan, Aiko menikah dengan arsitek. Sekarang setelah kedua putranya dewasa
dan sibuk berbisnis, dia ,menghabiskan banyak waktu luangnya dengan menulis
puisi.
Keiko Aoki
(sekarang Mrs. Kuwabara), yang punya anak ayam bisa terbang, menikah
dengan guru sekolah dasar yang dikelola Universitas Keio. Dia punya satu anak
perempuan yang sudah menikah.
Yoichi Migita,
anak laki-alaki yang selalu berjanji akan membawakan keu pemakaman, menjadi
sarjana hortikultura, tapi dia lebih suka menggambar. Jadi, dia bersekolah lagi
di kolese dan lulus dari Kolese Seni Musashino. Sekarang dia mengelola
perusahaan desain grafis miliknya sendiri.
Ryo-chan, si
penjaga sekolah yang pergi ke medan perang, kembali dengan selamat. Dia tak
pernah melewatkan acara reuni siswa Tomoe setiap tanggal tiga November.
Mendengar kabar baik dari teman-temannya, Totto-chan mengenang
kembali kenangannya bersama Yasuaki-chan yang baik hati. Kala itu hari
pertama masuk sekolah setelah liburan musim semi. Mr. Kobayashi berdiri
didepan anak-anak yang berkumpul di
halaman sekolah. Kelihatannya ia baru saja menangis. “Yasuaki-chan meninggal,”
katanya pelan. “Kita semua akan menghadiri pemakamannya hari ini.”
Totto-chan ingat betapa bengkoknya jari-jari Yasuaki-chan ketika
mereka saling mengucapkan selama berpisah sebelum liburan musim semi.
Totto-chan sayang pada Yasuaki-chan. Mereka sering makan siang bersama
menghabiskan srapan bersama, dan berjalan bersama ke stasiun sepulang dari
sekolah.
Banyak orang yang ragu dengan metode yang diterapkan oleh Kepala Sekolah. Karena, metode tersebut sangat berbeda dengan ketetapan konvensional. Tapi, ternyata Kepala Sekolah telah merancang itu dengan sebaik-baiknya. Dan, itu ternyata banyak memberikan pengaruh besar pada perkembangan siswa.
Buku ini dikemas dengan bahasa yang mudah dimengerti. Karena mengambil sudut yang seolah sedang bercerita pada anak-anak. Kita bisa membayangkan kepolosan Totto-Chan. Ditambah lagi oleh buku ini yang benar-benar nyata kisah si penulis yaitu Tetsuko Kuroyanagi alias Totto-Chan.
Buku ini ialah cerita masa kecil sang penulis dan teman-temannya, bagaimana asyiknya sekolah pertama mereka dahulu. Dan, buku ini bisa menjadi gambaran sekolah efektif itu bagaimana, Dan, jangan hanya terikat oleh aturan-aturan yang kaku. Di sekolah tersebut, Totto-chan bukan hanya mendapat pelajaran fisika, berhitung dan teori lainnya, melainkan ia juga belajar tentang kehidupan sesungguhnya. Bagaimana hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang. Penulis yakin jika sekarang ada sekolah-sekolah seperti Tomoe Gakuen, kejahatan dan kekerasan yang begitu sering kita dengar sekarang dan banyaknya anak putus sekolah akan jauh berkurang.
Banyak orang yang ragu dengan metode yang diterapkan oleh Kepala Sekolah. Karena, metode tersebut sangat berbeda dengan ketetapan konvensional. Tapi, ternyata Kepala Sekolah telah merancang itu dengan sebaik-baiknya. Dan, itu ternyata banyak memberikan pengaruh besar pada perkembangan siswa.
Buku ini dikemas dengan bahasa yang mudah dimengerti. Karena mengambil sudut yang seolah sedang bercerita pada anak-anak. Kita bisa membayangkan kepolosan Totto-Chan. Ditambah lagi oleh buku ini yang benar-benar nyata kisah si penulis yaitu Tetsuko Kuroyanagi alias Totto-Chan.
Buku ini ialah cerita masa kecil sang penulis dan teman-temannya, bagaimana asyiknya sekolah pertama mereka dahulu. Dan, buku ini bisa menjadi gambaran sekolah efektif itu bagaimana, Dan, jangan hanya terikat oleh aturan-aturan yang kaku. Di sekolah tersebut, Totto-chan bukan hanya mendapat pelajaran fisika, berhitung dan teori lainnya, melainkan ia juga belajar tentang kehidupan sesungguhnya. Bagaimana hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang. Penulis yakin jika sekarang ada sekolah-sekolah seperti Tomoe Gakuen, kejahatan dan kekerasan yang begitu sering kita dengar sekarang dan banyaknya anak putus sekolah akan jauh berkurang.
Peresensi
sangat mengapresiasi buku ini, begitu banyak sarat pembelajaran dan semoga kita
semua bisa menciptakan pendidikan yang baik untuk anak bangsa dan negara
tercinta ini. Bagaimana dengan pendidikan di negara kita sendiri?
Resensi Totto-chan; Gadis Cilik di Jendela
Reviewed by Unknown
on
12:11
Rating:
No comments: